“halah kau tak akan bisa meraih mimpimu
yang ketinggian itu!!lihatlah kau hanyalah seorang kasir!!”
“jangan harap
kau bisa seperti kami!!”
Aku memang
menyadari aku hanyalah seorang kasir. Aku hanya bisa mendesah pelan menanggapi Mahasiswa
yang selalu membullyku. Kuanggap
perkataan mereka seperti angin lalu.
“berapa
jadinya semuanya?” ucap Mahasiswa selagi akan membayar makanannya
“20$” ucapku
“ohh” ia mengeluarkan
uangnya dengan gampang seperti hal yang sangat mudah didapat. Bagiku 20$ adalah
jumlah yang sangat banyak.
Aku pulang
malam harinya. Tak lupa kutabung uang harianku di tabungan yang aku khususkan
untuk kuliah. Aku ingin seperti Mahasiswa-Mahasiswa itu. Aku terbayang
bagaimana nantinya aku memakai jas universitas. Pasti orang tuaku disurga akan
tersenyum.
***
Sekian lama
aku menabung, menabung, dan menabung, akhirnya aku menuai hasil. Aku telah bisa
menggunakan uangku untuk masuk ke universitas. Kusiapkan semuanya, hari ini aku
telah berniat untuk mendaftarkan diri menjadi seorang Mahasiswa. Aku tersenyum
lebar di sepanjang jalan. Rasanya aku tak sabar lagi. Namun
ciiiiiiiiiiiiitttt!!! Sebuah mobil berhenti tepat di depanku. Mahasiswa itu!
“diam kau Jane!!”
mereka datang menghampiriku. Mereka mengambil tasku dan uangku diambilnya.
Hilanglah sudah semua penantianku selama ini. Aku terduduk di sekitar
lingkungan universitas. Menangis. Hancur. Itu yang kurasakan sekarang.
Tiba-tiba
seseorang menghampiriku “ada apa?” kuceritakan semuanya padanya.
***
Hidupku
berubah 180°. Ia seperti Malaikat yang menyelamatkanku. Aku bisa meraih
cita-citaku sekarang. Grace, ia adalah Mahasiswi, ia anak seorang dosen di
universitas. Setelah ia mendengarkan ceritaku, ia mengajukanku untuk menjadi
Mahasiswi di sini. Aku menempuh banyak test dan akhirnya aku bisa melewatinya
dengan nilai yang sempurna. Terimakasih Tuhan.
Sekarang semua
orang yang membullyku dulu telah
berubah. Mereka tak lagi berani menghinaku. Tuhan memang Maha adil J
“When
the moonlight shines, and all of stars smiling, now the time has come……”
Bulan tak
segan-segan menampakkan keindahannya dengan sempurna. Bintang tak bosan-bosan
mendampingi bulan untuk memperindah lukisan awan. Angin malam berhembus pelan.
Kabut tebal perlahan turun menyelimuti bumi. Seiring turunnya kabut, terdengar
suara lenguhan anjing di luar sana.
“malam yang
seram” gumamku. Kututup jendela kamarku. Perlahan aku duduk di samping
ranjangku. ‘aku merasa sesuatu yang
janggal dengan hari ini’ gumamku dalam hati. Memang malam ini berbeda.
Sangat berbeda. Dari malam-malam sebelumnya. Mencekam. Seram. Dingin. Horror.
Nyata. Itu semua mungkin yang tergambar di benakku.
Aku teringat
sesuatu. Tugas-tugasku. Aku melupakan mereka. Ugh. Aku mendesah pelan ketika melihat tumpukan tugas di meja.
Kukerjakan satu-persatu. Ketika aku membuka buku yang bersampul merah, aku
mengerenyit ‘buku apa ini?’ gumamku.
Kulihat. Buku itu adalah buku mata pelajaran mitologi. Pelajaran favoritku.
Iseng-iseng aku mencari
tentang mitologi dewa-dewi romawi kuno di internet. “Aurora (Eos) Dewi Fajar, Aphrodite
Dewi Cinta dan Kasih Sayang, Justin Dewa Keindahan” gumamku sambil membaca artikel
tersebut. Justin? Sepertinya aku belum pernah membaca nama itu. Entahlah. Aku
melupakannya sebagai angin lalu.
Ku rebahkan
badanku diranjangku yang kecil. Aku terus saja memikirkan nama Dewa itu. Aku
belum pernah membacanya. Aku masih memikirkannya hingga mataku tertutup.
************
Tengah malam
aku terbangun. Karena aku bermimpi buruk. Aku bermimpi tersesat di peradaban
kuno manusia masa lalu dan aku bertemu dengan seorang pemuda yang kira-kira
berusia 18 tahun. Ia bernama Justin. Wajahnya terngiang-ngiang jelas di
pikiranku.
Nafasku masih
tersengal-sengal. Aku berjalan mendekati meja belajarku. Aku meminum segelas
air yang berada disana. Hembusan angin kurasakan di sekitar tubuhku. Kubuka
jendela kamarku. Bulan tepat berada di atasku menunjukkan wajahnya yang paling
sempurna diantara bintang-bintang. Kulihat siluet yang lama kelamaan semakin
nyata. Siluet itu seperti siluet seseorang. Seharusnya saat ini semua orang
telah tidur.
Siluet itu
lama kelamaan semakin terbentuk jelas. Seorang pemuda sedang berdiri di
seberang jalan sana. Aku menatapnya. Ia juga membalas tatapanku. Ia tersenyum
padaku. Aku juga tersenyum padanya. Entah aku seperti terhipnotis dengan
tatapannya yang teduh. Sangat teduh. 1 menit. 2 menit. 3 menit berlalu. Ia
masih di seberang sana. Ia seperti mengatakan padaku ‘tidurlah’ aku hanya tersenyum dan menutup lagi jendelaku. Aku
melanjutkan tidurku lagi.
Keesokan
harinya.
Aku masih
sangat penasaran dengan sosok pemuda misterius tersebut. Sepertinya dia bukan
penduduk kota ini. Ah sudahlah.
Saat aku di
sekolah, aku merasa seseorang mengikutiku. Ia selalu membuat bulu kudukku
berdiri. Beberapa kali aku mengalami hal aneh di kelas. Seperti tiba-tiba aku
melihat pemuda itu di luar kelas dan ia tersenyum lagi padaku. Aku hanya
membalas senyumnya. Setelah itu ia pergi lagi.
Sore ini aku
termenung di kamar. Aku masih sangat penasaran dengan sosok pemuda itu.
Bagaimana ia bisa tahu semua tentangku. Ia selalu mengikutiku kemanapun aku
pergi. Bagaimana bisa?
Hembusan
angin kurasakan menerpa tubuhku. Entah dorongan dari mana, aku ingin sekali
pergi ke seberang jalan itu. Aku sangat penasaran dengan pemuda itu. Saat aku
kesana, ya memang benar. Aku melihat pemuda itu di taman. Sendirian.
“hey” sapaku
kepadanya. Ia menoleh. Menatapku.
Ia tersenyum
padaku. Wajahnya begitu indah. Ia sangat berbeda dari kebanyakan pemuda. Ia
seperti memiliki sesuatu yang sangat spesial yang tidak pernah dimiliki oleh
pemuda lainnya. Aku terhipnotis.
“ya”
balasnya. Aku duduk di sampingnya. Ia menggeser sedikit duduknya untukku.
“kau siapa?”
tanyaku. Aku sangat hati-hati. Aku tak ingin dia tersinggung.
“perkenalkan
namaku justin, justin bieber”
Aku sedikit
tersentak dengan nama justin “namaku
carol. Justin, kenapa kau semalam berjalan-jalan di luar?”
“aku hanya ingin
melihat keindahan kota ini, aku tak sangka bisa bertemu bidadari sepertimu” aku
tersipu malu dengan kata-katanya.
**************
Justin. Dia
pemuda yang baik. Dia pemuda yang jujur. Meskipun beberapa kali aku sedikit
merasa aneh dengan tingkahnya. Ia tahu tentang masa laluku. Ia juga tahu
tentang apa yang akan terjadi denganku. Seperti minggu lalu, justin tak sengaja
bilang bahwa akan ada seorang pria yang menyatakan cintanya padaku. Dan itu
terjadi. Seseorang menyatakan cintanya padaku. Namun aku menolaknya.
Aku sangat
merasa nyaman ketika bersama justin. Ia berbakat dalam membuat lelucon. Tanpa
kusadari, lama kelamaan aku mulai jatuh cinta kepadanya. Padahal aku baru
mengenalnya sekitar 7 hari.
Malam ini.
Bulan tak menunjukkan lengkungannya. Namun, ia juga tak menunjukkan wajah
sempurnanya. Hanya bintang-bintang yang menjadi fokusnya. Tiba-tiba justin
melintas di pikiranku. Aku terpikir. Sedang apa dia. Bagaimana kabarnya. Kurasa
aku rindu padanya. Padahal, kami baru berpisah sekitar dua jam yang lalu. Ia
pernah bilang ketika aku rindu padanya, aku bisa memanggil namanya dan aku bisa
merasakan kedatangannya. Namun entahlah. Mungkin aku akan mencobanya.
“justin…”
desisku. Kurasakan hembusan angin yang sejuk menerpa seluruh wajahku. Aku
memejamkan mataku sejenak. Kubuka jendela kamarku. Dan kulihat justin berada di
seberang jalan sana. Kami telah memiliki cara untuk berkomunikasi. Justin telah
membawa kertas dan pena untuk menulis apa yang dipikirkannya. Dan aku telah
membawa kertasku sendiri.
Aku menulis
di kertasku ‘aku rindu denganmu’ ia
terlihat tersenyum ‘aku tahu itu. Aku
juga rindu denganmu’ aku tersenyum. Jantungku berdetak lebih kencang.
Adrenalinku terpacu hanya dengan kalimat itu. ‘apa kau tak belajar?’ tanyanya lagi ‘aku sudah selesai belajar, bagaimana denganmu?’‘tentu aku sudah mengerjakan semua tugasku’
‘baiklah, yasudah aku tidur dulu ya’ ‘iya good night :*’
Aku tak tahu
apa yang kurasakan sekarang. Aku begitu senang. Begitu malu. Semuanya serba
begitu.
********
Hari ini hari
ke-14 aku bertemu dengan sosok justin. Teman baruku. Malam ini, udara begitu
sejuk. Aku ingin menghabiskan malam ini dengan bersantai. Bulan hampir bulat
sepenuhnya. Bintang pun senantiasa bersinar menemani sang raja malam yang
sinarnya lebih redup dari hari biasanya.
Tok!tok!tok! Ketukan
jendela membuatku terbangun dari tidurku. Aku membuka jendelaku. Justin?
“justin?”
“yah”
“ada apa
just? Tak biasanya kau disini”
“ya tentu ada
yang ingin aku bicarakan denganmu”
“aku tak tahu
apa yang kurasakan sekarang ini, aku selalu merasa senang ketika bersamamu. Aku
selalu memikirkanmu. Aku selalu ingin bersamamu. Apa kau juga merasakan hal
yang sama denganku?”
“yah!!aku
juga just. Kurasa aku…mencintaimu”
“kurasa
akupun begitu. Namun, aku tak bisa”
“kenapa?”
“ada satu hal
yang tak kau ketahui”
“apa just?”
“kau akan
tahu besok”
“kenapa
besok?”
“kuharap kau
besok membuka jendelamu ketika pukul 12 malam. Aku ingin berbicara denganmu”
“baiklah”
“yasudah,
segeralah tidur, kau pasti lelah, maafkan aku mengganggumu, good night” ia
mencium keningku. Dan ia segera lenyap dari pandanganku.
Hari
berikutnya.
Aku menuruti
permintaan justin. Meskipun mataku sangat berat. Aku menunggu jam 12. Seharian
ini justin tak pernah sedikitpun pergi dari sisiku. Ia berbeda dari biasanya.
Jam 12…
Siluet itu datang
lagi. Seperti yang kulihat dulu. Angin berhembus kencang. Siluet itu lama
kelamaan semakin nyata. Aku memejamkan mataku. Selang beberapa saat aku membuka
mataku. Justin telah berdiri di depan jendelaku.
“carol.”
“ya just”
“sebelumnya
maafkan aku. Aku tak memberitahukan siapa aku sebenarnya”
“memang kau
siapa?”
“aku datang
untuk menjawab kebingunganmu terhadap Dewa Justin, Dewa Keindahan”
“m…maksudmu?”
“ya. Aku
adalah seorang dewa yang diutus Tuhan untuk menjawab pertanyaanmu. Sekarang
pertanyaan itu telah terjawab. Soal perasaan itu. Aku tak pernah bisa
berbohong. Aku tak bisa memungkiri bahwa aku memang benar-benar mencintaimu.”
“kenapa kau
tak bilang dari awal?”
“aku yakin
kau pasti takut denganku. Carol, sekarang sudah waktunya. Bulan purnama telah tiba.
Aku harus pergi”
“tapi
bagaimana kalau aku ingin bertemu denganmu?”
“setiap bulan
purnama tiba, sebutlah namaku. Aku akan datang di mimpimu. Maafkan aku carol.
Aku harus pergi. Ini bukan duniaku. Aku mencintaimu carol…”
Bshh ia
menghilang. Ia menghilang dengan semua kebingungan yang ia buat. Aku tertahan
di depan jendela. Separuh hidupku pergi. Semuanya pergi. Tak akan ada lagi yang
bisa kujadikan sandaran ketika aku menangis. Tak akan ada lagi yang bisa
kujadikan tempat untuk mencurahkan semua isi hati. Tak akan ada lagi bulan di
hidupku. Bulan yang selalu membuatku nyaman. Bulan yang selalu membuatku
tersenyum.
Hari hari
berikutnya, justin selalu mendatangi mimpiku. Tak hanya saat purnama tiba.
Kurasa ia ingin membuktikan cintanya padaku. Aku akan selalu mengingat
kata-kata yang selalu ia ucapkan di dalam mimpi ‘Aku Mencintaimu Carol…’
“When
the moonlight shines. And all of stars smiling. Now the time has come. You
leave me all behind.
I’m
not feeling fine. I’m feeling down. When the moonlight shines. With his pearly
smile
I
think is very funny. How does life could be? Once you appear with a grin
And
now you really left me. With no one to hold me. As time goes by I will drown”